Ada beberapa peristiwa yang terjadi pada masa pemilu ini, mungkin hanya terjadi kebetulan, namun makna peristiwa ‘kebetulan’ bisa jadi adalah pertanda. Kalimat bijak mengatakan,”tak mungkin ada asap jika tak ada api”, mendung adalah pertanda hujan, sebagai pertanda bisa turun hujan bisa juga tidak, dengan demikian bagi para fans SBY Berbudi kiranya bisa memaklumi postingan saya ini. Ibarat pawang hujan yang menggiring agar si mendung tidak menurunkan hujan di tempat SBY Berbudi, nah ..metafora ini bisa menjadi saran bagi tim sukses SBY Berbudi agar segera menyiapkan pawang setelah membaca tulisan saya ini.
Seorang paranormal Ki Joko Bodo juga telah meramalkan kekalahan SBY seperti postingan saya sebelumnya http://public.kompasiana.com/2009/04/22/ramalan-ki-joko-bodo-sby-tumbang/ tanda-tanda lain adalah sebagai berikut :
1. Dalam Rakernas PD di Kemayoran pasca Pileg, SBY melontarkan kalimat akan menolak hasil pemilu 300 % jika masalah DPT tidak selesai, ini pengingkaran nyata yang tidak disadari SBY, karena jika mau menyelesaikan DPT Pileg, maka sejumlah pemilih yang tidak masuk List DPT saat Pileg, harus diadakan pencontrengan ulang. Nyatanya tidak dilakukan, secara tidak sadar SBY sebenarnya sudah menolak hasil Pileg yang dimenangkan oleh PD.
2. Saat SBY melakukan sukuran di Cikeas untuk kemenangan PD di Pileg melontarkan pidato perang urat syaraf terhadap JK dengan slogan lebih cepat lebih baik, padahal slogan ini ada sebelum masa kampanye Pileg, koq bukan saat itu SBY bereaksi. Artinya SBY menyadari posisi yang terpojok, merasakan bayang-bayang kekalahan, penurunan semangat keyakinan akan menang. Lontaran ini juga disampaikan pada saat yang kurang tepat, lagi acara sukuran, kenapa mesti di isi dengan pidato seolah permusuhan. Artinya menodai barokah sukuran itu sendiri.
3. SBY tidak Berbudi lagi, istilah ini muncul setelah tagline SBY Berbudi diganti dengan SBY-Boediono, karena makna berbudi bagi orang palembang bermakna pembohong. Bagi kalangan yang percaya dunia mistikus ini adalah pertanda buruk, bagi kalangan awam ini menjadi tanda tanya besar, “koq bisa kena gitu ya.” Terlepas dari ini saya menilai bahwa SBY memilih Boediono tidak dalam persiapan yang matang, seperti tiba masa tiba akal, buktinya taglinenya mengalami kesalahan fatal. Jadi lamanya penentuan sikap SBY memilih cawapres bisa dikatakan SBY sangat gamang, lelet dan tidak bisa berpikir cepat dan strategis di dalam menentukan sikap.
4. Pemilihan Boediono SBY seperti bertarung mengundi nasib bak pepatah, “Air di tempayang ditumpahkan karena mengharap hujan besar akan datang,” Motivasi lain memilih Boediono selain sebagai misi di dalam membangun citra bahwa SBY serius menangani persoalan ekonomi Indonesia adalah kaderisasi Boediono sebagai Capres PD di Pemilu 2014. Ternyata Boediono mengalami banyak penolakan di berbagai kalangan, ini kesan arogansi SBY, padahal banyak tokoh lain yang lebih baik dan tidak resisten konflik di tengah masyarakat. Membuang air ditempayang karena jika berpasangan dengan JK atau HNW, SBY sudah jelas menang, sangat mungkin menang di putaran pertama. memilih Boediono karena mengharap hujan besar akan datang, bisa menang Pilpres nanti, bisa melindungi obligor BLBI yang bermasalah, dan Boediono siap di kader oleh SBY untuk suksesi di Pilpres 2014. Jika hujan besar yang diharap tidak datang, apa mau dikata mari bersama PD makan bubur. Yang jelas bulan Juli dan September saat Pilpres itu sudah musim kemarau.
4. SBY sebagai presiden adalah Pangti TNI, pada hari Senin 6 April 2009 pukul 13.00 Wib Pesawat Fokker TNI AU jatuh di Lanud Hussein Sastranegara Kota Bandung di mana SBY mengambil tempat deklarasi nyapres juga di kota Bandung. Saat deklarasi SBY Berbudi mengenakan busana warnah merah, simbol kalah, jatuh dan terluka. Mungkin kebetulan saja. Namun pada hari Selasa 28 April 2009 pukul 10.30 Wib Pesawat TNI AL Tobago (TB-10) jatuh di Sungai Srilandak Semarang Jateng. Artinya SBY akan kalah telak di Dapil Jateng dan Jogya, mungkin dari JK-Wiranto atau Mega-Pro, yang jelas SBY Berbudi jadi nomor bontot kurus kering di Jateng. Dan pada Hari Rabu 20 Mei 2009 pukul 06.00 Pesawat Hercules C-130 jatuh di Magetan Jatim di mana Jatim sebagai tempat kelahiran SBY dan Boediono dengan dukungan PKB diperkirakan akan menuai suara padat voter. Peristiwa ini pertanda mungkin SBY Berbudi akan kalah suara dari pasangan lain di Jatim, mungkin pula pertanda SBY Berbudi kalah dalam Pilpres.
5. SBY telah mengingkari karomah tanggal kelahirannya 9 September 1949 yang selama ini dipercayainya, contohnya PD dibentuk pada tanggal 9 September 2001 dan memiliki Tabloid SBY 9949. Karena deklarasi capresnya diadakan pada tanggal 15 Mei 2009 diundur dari rencana paling awal pada tanggal 9 Mei 2009. Kebetulan tanggal 15 Mei adalah hari kelahiran JK yang sudah deklarasi di Tugu Proklamasi, mungkin kebetulan bisa pertanda SBY Berbudi akan terkalahkan oleh JK-Wiranto.
6. Pertanda lain dengan dipilihnya Boediono, mesin politik koalisi partai dari PAN, PKS dan PPP, akan berbuat setengah hati, mendua, buktinya elit ketiga partai ini mengalami perpecahan. Di level grassroot voter ke tiga partai ini menjadi massa mengambang, potensi swing voter cukup tinggi.
7. Massa voter SBY-JK di Pilpres I 2004 adalah 33 %, pada putaran ke dua 66 %, penolakan SBY berduet kembali dengan JK, menghasilkan 33 % massa mengambang, akan melakukan swing voter ke pasangan lain sebagai dampak rasa kecewa.
8. Issu ketrlibatan Boediono di dalam kasus Obligor bermasalah BLBI. Pada tahun 1997-1998 pemerintah Orba mengundang IMF masuk ke Indonesia di mana Boediono dan Sri Mulyani adalah perwakilan pemerintah di dalam TIM IMF dalam rangka misi perbaikan ekonomi dengan cara resstrukturisasi dunia perbankan dan pengurangan subsidi BBM serta pengucuran BLBI di dalam penyiapan Aksevibilitas penyediaan dana perbankan yang mulai kekurangan modal karena aksi money rust para penabung.
9. Pada jaman kepresidenan Megawati, dimana SBY dan JK mundur, Boediono sebagai menteri keuangan merekomendasi penjualan beberapa BUMN seperti Indosat ke pada Investor asing, hal ini juga bagian dari scenario IMF untuk menyehatkan BUMN dengan melegonya ke pihak asing. Dan pada posisi yang sama Boediono kembali menggelontorkan dana 600 trilyun umumnya kepada obligor BLBI yang bermasalah dan sekarang menjadi donasi partai tertentu dan kontestan pilpres, di mana pada Pemilu 2004 para obligor ini juga menjadi donasi yang sama, seperti gaya klasik Robin Hud. Dana 600 trilyun ini juga masih macet dan bermasalah. Jadi jangan heran jika muncul tudingan Pengwapresan Boediono adalah sebuah scenario besar menyelamatkan para obligor BLBI yang bermasalah. http://public.kompasiana.com/2009/05/16/scenario-besar-penyelamatan-obligor-blbi/. Boediono melahirkan citra kesedarhanaan palsu, hidup sederhana tetapi menumpuk uang 22,06 Milyar, dengan pertambahan setiap tahun sebesar 3 Milyar. Sedangkan figur Boediono tidak memiliki ladang bisnis atau aktivitas sosial.
10. Issu Boediono sebagai neoliberalisme dapat dipahami karena beliau ahli dalam bidang ekonomi makro, memahami kedua korelasi ini anda tidak perlu untuk kuliah di fak ekonomi karena ekonomi makro menganut paham pasar bebas, invidualitas, dan penguatan ekonomi pada investor usahawan yang tidak peduli apakah itu dari investor dalam negeri atau pihak asing. kalau proses tender tentu investor asing lebih unggul. Dari berbagai tekanan dan issu praduga sepak terjang Boediono, menurut informasi salah seorang teman jurnalist kawakan, bahwa Boediono mungkin akan mundur sebagai cawapres SBY.
Anda setuju tidak setuju dengan postingan ini, ini hanya analisa pertanda seperti ramalan cuaca, lebih cepat lebih baik para fans SBY dan Tim Suksesnya menjadikan tulisan ini sebagai referensi menyiapkan pawang hujan, karena dua pasangan lain tentu sudah menyiapkan hal yang sama. Wallahualam.
Salam Borrger Hamza
21 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar